Awal pertemuan
Jam berputar pelan, jarum menunjukkan pukul 2 siang. Waktu itu dalam satu wadah kita dipertemukan, dalam satu takdir kita di ikatkan. Acara kegiatan sebuah organisasi sekolah yang diadakan di rumahmu, rumah kecil nan nyaman.
Tadinya aku enggan datang, namun rasa tanggung jawab yang telah kuemban, aku memutuskan untuk mengatur keberangkatan. Aku bahkan belum pernah menapaki setiap lantai lantai mungil yang ada dirumahmu, bahkan juga aku belum tau siapa dirimu. Rumah asing yang aku tidak pernah menjamah apalagi singgah.
Langkah gontai masuk ke teras perkumpulan menuju acara dengan keterpaksaan. Usai sampai aku mempersilahkan diriku sendiri untuk duduk agak menepi, sembari memandangi setiap sudut ruang untuk pertama kali.
Tetiba suara lembut nan anggun menyapa, suara yang tak pernah ku tangkap oleh gendang telinga. Tanpa basa basi suara itu langsung masuk tanpa permisi menuju otak pikiran tak terisi lalu turun ke hati. Aku terpesona dengan suaramu juga parasmu.
Suara itu sempurna, benar benar sempurna!
Aku masih membisu duduk kaku. Antara tak percaya dan tak menyangka, teraduk menjadi satu. Suara sapa ini seperti ilusi yang tuhan ciptakan untuk memenuhi, sebuah kekosongan suram yang telah tertanam di dasar hati terdalam.
Ah tidak aku merasa malu kala kau menyadarkan lamunanku.
Seketika lamunan ini hilang, lenyap terbawa angin perbatasan siang, lalu buyar. Kini pemilik suara itu kembali ketempat asal. Duduk diantara teman teman yang ia kenal, duduk anggun dengan balutan hijab abu abu kehitaman.
Sedang aku, masih mereka ulang suaramu, suara yang hinggap pada titik semu.suara yang bersarang pada raga juga tulang belulang, ragaku menikmati itu.
Padahal hanya suara lirih yang kau cipta untuk sekedar menyapa,namun entah mengapa kau berhasil melakukan mantra. Mensihir sudut sudut rasa tanpa perasangka, membuatku terpesona hingga mati gaya, membunuh butiran butiran luka yang menetap pada hati penuh lara. Seolah kau mengobati duka yang tinggal pada sebuah raga.
Kini suaramu adalah butiran obat kesedihan yang paling tepat.
Ku ambil sebatang rokok dan ku bakar tanpa perasaan, benar benar tanpa perasaan. Bukannya apa, karena seketika, aku telah tak berperasaan, perasaanku hilang, berpetualang menuju hati suci mu dengan cara menyusup meliwati sekat dan hinggap.
Ah sudahlah lagi pula aku tak mengenalmu, kau hanya menyapa, toh sebagai tuan rumah ini adalah kewajaran yang dilakukan, menyapa tamu yang datang. Aku mencoba tak lagi hiraukan, sela sela aku mencari cara melupakan, sela sela aku ikut larut dalam percakapan, sela sela aku asik bercanda, sela sela aku bertukar cerita dengan yang lainnya, dan sela sela juga..mataku masih mencuri pandang!
Entah mengapa kau selalu saja memenuhi otak dan pikiran. Parasmu selalu hadir membayang. Setiap kali aku mencari kesibukan setiap itu juga mata ku selalu mencari celah kesempatan, menatap gerak gerikmu sangat dalam.
Dan!
Ternyata bukan aku, namun kita, ternyata dirimu juga melakukannya, ternyata kau juga menatap diriku dengan mata merona. Aku malu tapi aku suka. Caramu menatap membuatku ingin menetap.
Sampai ketika, diwaktu dan ruang yang tepat, mata kita saling tatap, sekejap namun saling memikat. Wajahmu memerah usai kau memalingkan wajah, entah apa yang ada dalam pikirmu juga perasaanmu. Aku hanya menerka nerka pada pandang pertama.
"Apa kau juga memiliki perasaan yang sama?"
Tapi mustahil rasanya kan kita juga baru awal berjumpa.
Aku masih memandang dan aku kembali hanyut dalam lamunan.
Aku masih menatapnya, tanpa kata.
Seolah setiap gerakanmu adalah keajaiban yang tak bisa ku liwatkan.
Pukul 4 sore acara selesai, semua berkemas untuk pulang dengan bebas, sedang aku masih terkurung oleh jeruji perasaan yang membuatku urung untuk pulang. Namun di setiap perjumpaan ada selamat tinggal.
Aku memutuskan pulang! membiarkan perasaanku gugur tanpa obat dan memutuskan untuk pergi membiarkan perasaan ini tersayat oleh rasa sakit yang kuat.
Usai sampai rumah aku melepas semua beban dan membiarkannya tumpah, usai sampai rumah aku membakar perasaanku agar punah. Hingga otak menghianatiku, membimbingku untuk mencari tau siapa dirimu, kubuka inatagram mencari nama yang telah ku simpan, kulihat akunmu, menuntaskan segala penasaranku.
Tidakk!! aku kembali memikirkan, rasa yang telah kubakar, kini muncul lagi seolah tak ada yang terjadi.
Hingga kini.
Sampai kini.
Suatu saat nanti.
Komentar
Posting Komentar